Banyak orang saat ini mempertanyakan keberadaan serta
eksistensi mahasiswa yang memang diakui atau pun tidak telah mengalami
pergeseran. Perubahan zaman ternyata juga memberikan efak besar terhadap
kehidupan mahasiswa di kampus. Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai aset
pemimpin di masa mendatang kini semakin sulit dipercaya bahwa mereka mampu
mengemban amanat mulia itu. Mahasiswa yang dikenal dengan idealisme serta
semangat perubahannya kini memang sudah saatnya dipertanyakan apakah masih ada
jiwa semacam itu bersarang di dalam diri mereka. Gelar prestisius yang
disandang mahasiswa, seperti agent of social change, agent of control, agent of
transformation, dan intelektual muda kini sudah kurang populer untuk
ditempelkan di atas nama mereka.
Siapa pun boleh
membantah, terutama para mahasiswa yang masih merasa konsisten melakukan
berbagai agenda perubahan, baik melalui organisasi intra kampus maupun
organisasi-organisasi ekstra kampus.
Namun, mari kita mencoba untuk melakukan refleksi panjang sekaligus membandingkan aktivitas mahasiswa dahulu dengan aktivitas mahasiswa zaman sekarang. Jika ada sebagian orang mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas mahasiswa dahulu sudah tidak relevan untuk dipraktekkan mahasiswa zaman sekarang, pada level tertentu mungkin itu benar adanya, tapi tidak seluruhnya benar. Sebab, ada beberapa aktivitas atau budaya mahasiswa yang memang harus tetap dijaga kelestraiannya serta berkesinambungan, seperti membaca buku, berdiskusi, melakukan advokasi masyarakat, melakukan kritik terhadap pemerintah, menyampaikan aspirasi, melakukan pertemuan-pertemuan antar mahasiswa, serta agenda-agenda positif lainnya.
Namun, mari kita mencoba untuk melakukan refleksi panjang sekaligus membandingkan aktivitas mahasiswa dahulu dengan aktivitas mahasiswa zaman sekarang. Jika ada sebagian orang mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas mahasiswa dahulu sudah tidak relevan untuk dipraktekkan mahasiswa zaman sekarang, pada level tertentu mungkin itu benar adanya, tapi tidak seluruhnya benar. Sebab, ada beberapa aktivitas atau budaya mahasiswa yang memang harus tetap dijaga kelestraiannya serta berkesinambungan, seperti membaca buku, berdiskusi, melakukan advokasi masyarakat, melakukan kritik terhadap pemerintah, menyampaikan aspirasi, melakukan pertemuan-pertemuan antar mahasiswa, serta agenda-agenda positif lainnya.
Mahasiswa memang bukan pekerja sosial. Tetapi mahasiswa
harus mampu menunjukkan bahwa mereka adalah agen yang siap menyelesaikan
berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat, dan siap memberikan gagasan
cerah pada saat menghadapi suatu persoalan. Atau minimal, mahasiswa harus jeli
melihat sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai sebuah permasalahan, atau
jangan-jangan mahasiswa zaman sekarang sudah tidak mengerti sesuatu yang
disebut masalah?
Kemunduran gerakan serta pergeseran budaya mahasiswa memang
telah menjadi realitas yang mencolok. Penyebabnya bisa saja karena faktor
internal maupun eksternal mahasiswa itu sendiri. Dalam perspektif psikologi
perkembangan, lingkungan adalah faktor kuat yang dapat mempengaruhi pola pikir
serta tingkah laku seorang individu. Artinya, perubahan pola pikir serta
tingkah laku individu sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan di mana
ia hidup, sebab kondisi lingkungan mengikuti perubahan zaman, dan itu merupakan
hukum alam, meskipun sebenarnya manusia itu sendirilah yang membuat
perubahan-perubahan tersebut. Namun anehnya, zaman seakan terus menuntut
manusia untuk mengikuti perubahan yang terjadi, dan manusia harus mampu
mengendalikan perubahan-perubahan tersebut agar tidak terjerumus pada
keinginan-keinginan semu yang ditawarkan oleh zaman. Manusia harus mampu
memproteksi diri dengan menggunakan akal serta mampu membedakan antara
keinginan dan kebutuhan. Selain itu, pendidikan merupakan faktor yang menjadi
penentu untuk mendidik individu dalam menghadapi arus perubahan zaman.
Pendidikan dimaksudkan untuk mengisi kognitif individu sehingga mampu
menggunakan akal yang merupakan salah satu potensi dasar manusia untuk
keberlangsungan hidup.
Dalam pada itu, bergesernya budaya mahasiswa tak perlu
disesali ataupun diratapi, apalagi ditangisi. Zaman memang edan, kita tak kuasa
melawannya, sebab tugas kita hanya memproteksi serta mengendalikan diri, dan
memupuk rasa kesadaran kita, yang dalam konteks tulisan ini, agar tidak menjadi
individu-individu yang ahistoris dan buta terhadap realitas. Yang terpenting
adalah bagaimana masing-masing individu mampu tertanamkan rasa tanggungjawab,
baik terhadap sejarah, sosial, diri sendiri, maupun kepada Tuhan.
Salah siapa? Sejauh ini aktivitas-aktivitas
mahasiswa mengalami pergeseran kepada budaya yang cukup memprihatinkan,
setidaknya hal ini terlihat di kampus.
Pada aspek penguatan emosional atau persekawanan diakui terlihat mengagumkan
karena sikap empati serta saling peduli yang mereka tunjukkan, dan itu pun
hanya terjadi karena mereka berada dalam satu lingkaran komunitas atau
organisasi tertentu. Bahkan sekumpulan mahasiswa tersebut dapat dikatakan mampu
bersama tiap saat, terlebih jika terdapat suatu permasalahan, baik permasalahan
terkait perkumpulan maupun permasalahan anggotanya.
Rasa persekawanan dan sikap empati mahasiswa zaman sekarang
memang berkembang baik, dan itu pun merupakan modal dasar mahasiswa zaman
dahulu. Namun, perbedaannya terlalu mencolok, jika mahasiswa zaman dahulu
berkumpul untuk melahirkan suatu manifestasi gerakan, sedangkan mahasiswa zaman
sekarang berkumpul justru hanya untuk sekadar nongkrong, menghayal, serta
curhat belaka. Setidaknya ini realitas yang sedang muncul,
dan jika memang ada sekumpulan mahasiswa zaman sekarang yang aktivitasnya tidak
demikian itu, berarti tidak termasuk dalam kategori yang telah disebutkan. Fenomena pergeseran aktivitas serta budaya mahasiswa saat ini adalah
bukti nyata mulai, atau bahkan semakin, memudarnya citra kaum intelektual yang
melekat pada diri mahasiswa.
Lantas siapa yang patut dipersalahkan? Sebagian orang
menganggap wajar pergeseran-pergeseran itu terjadi akibat perubahan arus zaman.
Dan sebagian lainnya menyalahkan proses pembelajaran di kampus yang tidak mampu
menumbuhkan kesadaran (kognitif) mahasiswa. Ada lagi sebagian lain justru
menyalahkan individu-individu mahasiswa itu sendiri karena dianggap lebih
memilih gaya hidup hedonis nan pragmatis, enggan untuk diajak berpikir dan
berjuang. Bahkan, ada lagi sebagian lain yang justru beranggapan agak ekstrim,
bahwa mahasiswa zaman sekarang tidak cerdas dan bodoh-bodoh. Terlepas dari hal
itu, apa pun faktor yang menjadi penyebab pergeseran budaya mahasiswa tersebut
harus kita akui bahwa realitas seperti itu memang sungguh-sungguh terjadi dan
jangan mencoba tutup mata, terutama kepada mereka yang memiliki tanggung jawab
moral untuk mengembalikan peran serta fungsi mahasiswa.
Karakteristik mahasiswa zaman sekarang memang sudah jauh
berbeda dengan karakteristik mahasiswa zaman dahulu, dan itu sangat mudah
menilainya dari aktivitas yang mereka pertunjukkan sehari-hari, baik di kampus
maupun di luar kampus. Mungkin sebagian orang heran mengapa mahasiswa selalu jadi
perhatian dan pembicaraan atau perbincangan. Hal itu terjadi bukan tanpa sebab.
Citra sebagai kaum intelektual serta generasi penerus merupakan alasan utama.
Artinya, ada beban sejarah yang dipikul mahasiswa sekaligus ada suatu harapan
yang membumbung tinggi atas keberadaan mereka di negeri ini. Mau di bawa ke
mana citra, beban sejarah serta harapan besar itu? Kita lihat saja nanti pada
perkembangan selanjutnya.*Rederensi: bengkelcoretan.blogspot.com
Se,oga bermanfaat :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar